OUR STORY

Kenapa diberi nama ARBRE?

Awalnya, karena tidak sengaja saat duduk di bus dan melihat satu pohon yang gersang di daerah Jatingaleh, kalau kalian ada yang di Semarang, pasti tau ya daerah ini. Saya memang lebih sering naik brt jika sedang ke kampus, ketika saya duduk dibalik jendela bus dan melihat pohon tersebut, saya terpikir.. “pingin banget, suatu saat nanti Arbre bisa ada dimana saja, semua aspek yang ada disekitar Arbre mendapatkan banyak manfaat dan terbantu oleh perusahaan ini.” Arbre sendiri berasal dari bahasa Perancis yang berarti pohon. Dengan harapan, pohon – Arbre bisa tumbuh dimana saja dan memberikan manfaat kepada semua orang.

Oh ya, kenapa bukan .ID atau .Com? Karena, saya lupa trigger dari mana, yang saat itu saya menganggap bahwa domain .Co lebih keren dan tidak terlalu baku.

Awal Terbentuknya ARBRE

Awalnya Arbre itu terbagi menjadi dua. Arbre Game dan Arbre Design, sebelum adanya Arbre Design itu sudah membuat produk tentang game arcade, tetapi karena harus ada revenue dan tidak ada ketertarikan lebih jauh mengenai pasar game, tercetuslah Arbre Design Co. Awalnya, saya dan tim (anak magang, dan juga belum ada gaji saat itu) membuat desain-desain ikon yang kemudian dijual di marketplace desain. Selama kurang dari satu bulan, ternyata masih belum ada cashflow.

“Kenapa langsung berhenti kak? Bukannya harusnya konsisten ya?” Betul. Namun, saya dan mentor memiliki metrik yang mana sudah dipertimbangkan dan diperhitungkan. Berdiskusi kira-kira bagaimana agar desain-desain Arbre dapat kita implementasikan ke media yang bisa dinikmati, digemari oleh banyak orang, dan kita juga harus memiliki income. Selang beberapa hari berdiskusi, akhirnya saya terpikirkan untuk mencetaknya di mug.

Kenapa? Karena, tempat untuk mencetak mug mudah ditemui dan prosesnya (relatif) cepat. Saat itu, saya tidak memutuskan untuk langsung membeli bahan dan peralatan. Lalu jualannya gimana? Kok bisa? Kita ambil gambar dari pinterest (ini tidak baik untuk dicontoh ya). Kita ambil desain-desain free dan custom, karena saat itu betul-betul masih sangat awam untuk saya memulai bisnis. Saya dan mentor pun betul-betul masih perlu banyak belajar *tapi mentor saya memang genius sih, hahaha* karena beliau sudah memiliki bisnis terlebih dahulu dan saya adalah mente nya.

Anyway, tahun 2016 – 2017 itu belum kenal namanya hampers. Bahkan, arti namanya pun saya juga tidak paham. Hehe. Dunia tentang hampers baru saya pahami Juli 2019, jadi masih sangat newbie.

Tahun pertama ini adalah tahun terberat bagi Arbre, kenapa? Karena, saya sendiri juga nggak yakin bisa menjadi seorang real entrepreneur & leader. Sifat saya yang tempramen membuat saya menjadi betul-betul menginginkan semua hal yang berkaitan dengan Arbre haruslah sempurna. I’m a control freak, too. Tahun pertama adalah tahun dimana saya fokus membangun brand Arbre. Masih berusaha untuk membuat Arbre bisa dikenal oleh banyak orang, terjangkau oleh siapapun. Tanpa memikirkan pencatatan keuangan, sistem bisnis, cashflow.

Beberapa bulan kemudian, setelah ada cashflow saya memutuskan untuk membeli satu printer, satu mesin mug dan satu box mug. Shortly, kami justru kewalahan untuk menangani order custom mug, oh ya, tidak lupa saat itu pernah jualan wrapping paper ya ahaha :”) sedih karena banyak desain dari yang kita ga produksi sendiri karena serba terbatas. Tapi harus kalian noted, hal yang tidak baik dari pengalaman saya bisa dijadikan pembelajaran untuk teman-teman semua, ini juga termasuk kegagalan saya yang tidak tanggap mengenai lisensi (akan dibahas pada tahun ke-4).

Alhamdulillah, omset saat itu sangat tidak terduga di bulan pertama saya mendirikan Arbre. Super seneng dapat omset banyak, eh tapi bentar, setelah gajian kok uangnya cuma segini? Uangnya kemana? Saya beri contoh, misalkan omset Arbre 10 juta, ternyata ketika akhir bulan…. jeng jeng.. uangnya kok sisa 800 ribu saja? Inilah letak masalah baru dimulai, brand sudah terbentuk tetapi pencatatan laporan keuangan berantakan. Bahkan, uang pribadi dan uang perusahaan masih berada dalam satu rekening.

Buat saya, saya menyadari bahwa memang tidak ada sekolah entrepreneur. Karena entrepreneur itu merupakan sebuah panggilan, siap ngga kita mencurahkan semua energi, pikiran, dan hati kepada apa yang sudah diberikan kepada kita? Frankly, saya dari awal mendirikan Arbre tidak pernah terpikirkan untuk memiliki pekerjaan sambilan hanya untuk menambah income. Ini bukan tentang seberapa uang yang masuk ke rekening saya, bukan tentang bagaimana Arbre bisa famous, ini tentang impact dan bagaimana kehadiran kita bisa membawa berkah dan manfaat kepada orang lain.

Kalau masih ada yang bertanya, masalah apa saja yang ada selama membangun Arbre? Tentu banyak. Masalah terhadap diri sendiri: attitude, self-control, pengembangan diri, leadership, dan lainnya. Masalah bagaimana menghadapi banyak orang, pendapat orang lain, spekulasi orang lain, dipertanyakan orang lain, dan tentu sebagian orang pasti akan down.

Proses yang begitu panjang dan melelahkan, jadi teman-teman jangan dilihat “saat ini” nya ya. Dulu tidak ada properti foto aesthetic, tidak ada peralatan yang memadai, belum bisa beli tools a b c d e karena cashflow belum berjalan dengan baik. Bahkan, desain-desain pendukung ini juga gratis :”)

...
...
...
...

Foto ini sekitar tahun 2017/2018 an, dan bagian alas itu menggunakan kertas HVS A3 untuk hasil foto yang memadai. Desainnya masih custom-custom dan sederhana. Jadi, buat temen-temen yang masih ada di fase awal membangun, keep going. Jangan sampai lupa mencatat setiap laporan keuangan, nggak perlu banyak produk dulu, tantangan bagaimana bisa menciptakan satu produk yang valuable.

Pembelajaran yang saya dapatkan di tahun pertama membangun Arbre:

1. Penting untuk terus belajar inovasi dan tidak mengikuti trend, you’re a trend(setter)

2. Fokus pada pengembangan diri juga, ketika memulai suatu usaha semua pasti masih dilakukan seorang diri. Mulai dari rancangan produk, harga, desain, market, sistem, dan banyak hal yang masih harus kita kerjakan. Sebagai Founder sangat wajib mengetahui seluk beluk perusahaan, sehingga kita bisa membuat standarisasi hal-hal fundamental yang suatu saat bisa di delegasi kepada tim

Terimakasih untuk kalian yang sudah baca sampai bagian ini, semoga yang tulisan awal yang sederhana ini dapat memberikan manfaat. Saya cukupkan dulu untuk part pertama ini dan insyaAllah akan saya sambung lagi di tulisan selanjutnya yang akan membahas tentang cash flow dan bagaimana mengatur laporan keuangan. Sampai ketemu lagi dan sukses untuk kita semua, aamiin